DEMK

BANDUNG, itb.ac.id – Tim Ahli Cagar Budaya Nasional bersama instansi terkait melakukan ekskursi ke Aula Barat dan Aula Timur ITB, Rabu (24/9/2025). Hal ini berkaitan dengan Gedung Aula Barat dan Aula Timur ITB yang saat ini sedang dalam proses pengusulan sebagai Cagar Budaya Peringkat Nasional.

Sebelumnya, kedua gedung ikonik yang menjadi bagian awal berdirinya Technische Hoogeschool te Bandoeng (cikal bakal ITB) ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Peringkat Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat. Pengusulan ke tingkat nasional dilakukan untuk memperkuat status keduanya sebagai warisan arsitektur dan sejarah penting bagi pendidikan tinggi di Indonesia.

Langkah ini menjadi momentum penting bagi ITB dan masyarakat Jawa Barat dalam menjaga serta melestarikan Aula Barat dan Aula Timur sebagai simbol sejarah, pendidikan, dan budaya bangsa.

Beberapa hal menjadikan Aula Barat dan Aula Timur ITB diprioritaskan statusnya sebagai cagar budaya peringkat nasional, antara lain:

1. Nilai sejarah: sebagai bagian dari kampus teknik pertama pada masa Hindia Belanda;

2. Nilai arsitektural: kombinasi desain modern Eropa + tradisi lokal, sistem ventilasi silang, desain atap yang adaptif terhadap iklim tropis, serta elemen estetika lokal;

3. Fungsi terus-menerus: kedua aula masih digunakan untuk kegiatan akademik, seminar, konferensi, dan aktivitas institusi ITB;

4. Nilai budaya dan identitas Kota Bandung & Indonesia: menjadi landmark kampus, bagian dari warisan budaya kota.

Aula Barat dan Aula Timur ITB merupakan mahakarya dari Henry Maclaine Pont yang sangat terkemuka di Kota Bandung, yang memadukan kemajuan teknik konstruksi modern barat dan bahan serta nilai lokalitas.

Pont sangat mendalami dan banyak melakukan riset terkait arsitektur tradisional. Dia menaruh perhatian yang besar terhadap iklim, material, cara membangun dan kondisi sosial-budaya masyarakat. Hal itu yang menginspirasi beliau hingga mampu menampilkan ekspresi bangunan yang sangat unik, fungsional, dan bercita rasa lokal yang sangat kuat pada bangunan Aula Barat dan Aula Timur.

Aula Barat dan Aula Timur ITB (dulu Technische Hoogeschool (THS)) merupakan fasilitas utama perkuliahan yang paling awal dibangun. Rancangan arsitektur bangunan tersebut dibuat oleh Maclaine Pont di Utrecht, Belanda pada 1918 dan proses pembangunannya berlangsung selama satu tahun. Ia membuat rancangan Aula Barat dan Timur TH dengan konsep east meets west, sebagai sintesis dari arsitektur modern (Barat/Belanda) dengan arsitektur yang berakar di Hindia Belanda (Pribumi/Lokal Nusantara) (Chandra et al., 2018).

Pont merancang keseluruhan lahan yang akan digunakan sebagai kampus Technische Hoogeschool (THS) tersebut. Ia meletakkan beberapa bangunan berdasarkan konsep sumbu utara-selatan yang berorientasi ke arah Gunung Tangkuban Parahu. Letak Aula Barat-Timur berada di area depan, di samping kiri dan kanan gerbang masuk. Bangunan ini berfungsi sebagai gedung perkuliahan dengan aula yang luas dan fleksibel. Langgam bangunan Aula Barat-Timur ini dikenal dengan istilah arsitektur Indo Eropa (Indo-Europeesche) atau Indis Tropis (Tropische Indisch).

Keberhasilan Pont dalam memadukan tradisi Timur dan Barat dapat dirasakan pada seluruh bagian bangunan, baik dari segi eksterior maupun interior bangunan. Bagian eksterior yang sangat menonjol ialah pada bagian atap yang memiliki bentuk menyerupai atap rumah tradisional suku Batak dan Minangkabau di Sumatra dengan material penutup atap berupa sirap. Ada pula yang menyebutkan bahwa atap tersebut seperti rumah tradisional suku Sunda ‘Capit Gunting’. Namun jika diperhatikan secara seksama kemiripan itu tidak menghasilkan bentuk yang eklektik tapi menjadi bentuk yang baru dan khas. Dinding luar bangunan terdiri atas susunan batu kali dan pasangan batu bata di atasnya. Pada bagian bawah dinding dapat ditemukan beberapa lubang udara, begitu juga pada dinding bagian atas yang merupakan sistem ventilasi silang yang membuat udara di dalam ruangan dapat mengalir dan memberi penghawaan yang sejuk. Selasar terbuka yang ditopang kolom-kolom besar dari batu kali, hadir di sekeliling bangunan yang berfungsi sebagai penghubung antar bangunan juga ruang transisi agar terik matahari tidak langsung masuk ke dalam bangunan.